Kenali Bentuk Legalitas Statusnya Sebelum beli Lahan/ Properti

oleh -0 Dilihat
hukum danakirtimedia
banner 468x60
banner 468x60

Kenali Bentuk Legalitas Statusnya Sebelum beli Lahan/ Properti.

hukum sertifikat

banner 336x280

Sertifikat, sebagai Bukti Tertulis Pengakuan Hukum atas Hak Kepemilikan (fredly Manullang, SH)

PULBAKET, Jakarta || Status tanah sangatlah penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahan saat hendak membeli lahan ataupun properti, baik itu untuk sepetak tanah kosong, rumah, ataupun apartemen. Tidak sedikit orang yang tidak puas dan bahkan tertipu atas hasil pembelian tanahnya.

Hal tersebut terjadi karena ketidak-pahaman mereka atas status hak atas segala tanah.

Status kepemilikan tanah menjadi bukti tertulis pengakuan hukum ; berdasarkan Ketentuan UU no. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) ; Sertifikat merupakan bukti hak atas Tanah.

Kekuatan berlakunya Sertifikat juga ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C ; dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : bahwa Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuatnya di dalam sepanjang data fisik dan data yuridisnya sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Data fisik mencakup keterangan mengenai letak, batas dan luas tanah.
Data yuridis mencakup keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan dan hak pihak/ pendaftarnya.

Harap dicatat : Tercantumnya nama seseorang dalam register sertifikat bukanlah mutlak/ absolut menjadi Pemilik tanah tersebut, apabila ketidak absahannya dapat dibuktikan oleh Pihak Lain.

Sertifikat, sebagai surat tanda bukti hak akan berlaku mutlak/ absolut, apabila memenuhi seluruh unsur berikut ini :

1. Sertifikat diterbitkan secara Sah atas nama Orang ataupun Badan Hukum.
2. Tanah di peroleh dengan itikad baik.
3. Tanah di kerjakan secara nyata.
4. Dalam waktu 5 Tahun sejak diterbitkannya Sertifikat tersebut, tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pemegang Sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat maupun gugatan ke Pengadilan Negeri setempat atas penguasaan atau penerbitan sertifikat.

Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai Hak atas Tanah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak atas Tanah mengenal beberapa jenis Sertifikat, antara lain sebagai berikut :

1. Sertifikat Hak Milik

2. Sertifikat Hak Guna Usaha

3. Sertifikat Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara

4. Sertifikat Hak Guna Bangunan atas Hak Tanah Pengelolaan

5. Sertifikat Hak Pakai atas Tanah Negara

6. Sertifikat Hak Pakai atas Tanah Hak Pengelolaan.

7. Sertifikat Tanah Hak Pengelolaan

8. Sertifikat Tanah Wakaf

9. Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

10. Sertifikat Hak Tanggungan

 

Selain meningkatkan nilai atau value tanah, keberadaan sertifikat juga akan menghindarkan pemiliknya dari masalah sengketa lahan.

Status Sertifikat Tanah tentu lebih kuat dibanding dengan surat tanah tradisional. Setidaknya ada 3 jenis surat tanah yang masih beredar di Indonesia, meski secara hukum tidak berlaku atau lemah. Di antaranya adalah Petok D, Girik, dan Surat Hijau atau lebih di kenal surat ijo.

Berikut pengertian dari masing-masing surat tanah tersebut :

1. Petok D

Sebelum terbit UU Pokok Agraria pada tahun 1960, status tanah ini bisa di anggap setara dengan sertifikat kepemilikan tanah. Tetapi setelah terbitnya UU PA, Petok D bukan lagi menjadi bukti kepemilikan yang sah. Meski demikian, Anda juga masih bisa menggunakannya untuk mengurus sertifikat kepemilikan yang sah atas tanah tersebut.
Petok D merupakan salah satu satu syarat untuk pengkonversian tanah milik adat yaitu hak-hak yang memberi wewenang sebagaimana, atau mirip dengan hak milik yaitu hak-hak Agraris Eigendom, milik yayasan bandar beni, hak atas druwe/druwe desa, pesini, grant, sultan dan sebagainya di konversi menjadi tanah hak milik (Pasal 11 diktum ke 2 UUPA).

2. Girik.

Girik bukanlah sebuah sertifikat melainkan tanda kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat. Surat girik juga merupakan bukti pembayaran pajak atas tanah tersebut pada era kolonial. Surat Girik ini tidak di akui sebagai bukti kepemilikan yang sah di mata hukum. Jadi, tanah sangat rentan di sengketakan. Oleh karena itu, bila saat ini Anda baru menyadari bahwa status kepemilikan tanah masih sebatas girik, sebaiknya segera tempuh prosedur berlaku untuk mengubahnya menjadi Sertifikat Hak Milik.

3. Surat Hijau/ Surat Ijo.

Khusus untuk surat ijo, surat tanah ini hanya beredar dan berlaku di Kota Surabaya. Disebut juga Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau), surat tanah ini merupakan izin yang di terbitkan pemerintah kota atas pemakaian tanah aset Pemerintah.

Menurut Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan, dasar perolehan/penguasaan tanah dengan status surat ijo berasal dari:
Tanah peninggalan Kolonial Belanda (hak eigendom gementee, besluit) dan tanah yang di berikan Pemerintah Indonesia dengan Hak Pengelolaan.

Tanah yang pengadaannya di lakukan sendiri pemerintah Kota Surabaya dengan jalan pembebasan tanah (P2TUN) maupun tukar-menukar (Ruislag).

Landasan hukum yang mengharuskan setiap orang atau badan hukum yang menggunakan tanah aset Pemkot Surabaya harus memiliki izin Pemakaian Tanah adalah Perda No.1 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah.

Selain surat tanah tradisional di atas, masih ada lagi beberapa jenis lainnya, seperti :

1. Letter C
2. Ketitir
3. Wigendom
4. Opstaal
5. Erfpacht
6. Rincik atau Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia

Seluruh jenis surat tanah tersebut di atas merupakan surat tanah informal yang harus di konversi ke sertifikat tanah yang sesuai undang-undang yang berlaku saat ini agar berkekuatan hukum.(*)

 

Penulis : Fredly Manullang, SH

 

 Kenali Bentuk Legalitas Statusnya / Kenali Bentuk Legalitas Statusnya / danakirtimedia

banner 336x280