Bogor, PULBAKET – Dampak adanya sampah dimata air Palasari mulai menimbulkan aroma tak sedap bagi warga yang melintas kelokasi tersebut, dan dikhawatirkan akan menimbulkan pencemaran pada baku mutu air juga lingkungan yang merupakan sumber air bersih Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor.
Terkait hal itu, Manager Produksi Mata Air Palasari, Asep Yoga meminta waktu karena baru menjabat dalam mengatasi sampah tersebut dan menurutnya pihaknya telah memasang tanda atau larangan membuang sampah, namun tetap saja tak dihiraukan.
” Siang pak, nanti saya akan koordinasikan dulu dengan bagaian terkait, karena saya baru di bagian produksi. Untuk mutu air/kualitas air setiap hari ada pengecekan dari Devisi Laboratorium yang dilakukan rutin. Itu sementara jawabannya, karena harus koordinasi dulu,” tulisnya melalui WhatsApp pada Senin, 29 Agustus 2022.
Sementara itu pihak LSM Analisis Riset Monitoring Indonesia (ARMI) melalui Sekjen Gustapol Maher akan turut mendukung jika Perumda tegas melaporkan adanya pelaku pembuang sampah sebagai unsur perbuatan melawan hukum dan harus diusut.
“Ini bukan perbuatan biasa karena jelas itu kawasan objek vital negara atau terkait keselamatan manusia maka jika mutu air tercemar maka akan berdampak pada manusia.Jika pihak manager produksi tidak segera membuang sampah itu ke TPS atau ada upaya membersihkannya maka dengan nyata ada unsur lalai atau bahkan pembiaran,” tegas aktifis 98 ini.
Menurutnya, sangsi hukum dan pidana sesuai Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) telah jelas.
“Dilokasi kami temukan sampah sudah bau busuk ada rekamannya,pada rumusan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan,” ucapnya.
Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.
Gustapol Maher meminta ada aksi atau upaya nyata pihak manager produksi bukan hanya diam dan pasrah,
Mana itu upaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar
b. remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup)
c. rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem)
d. restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula) dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jadi, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat.
“Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut,” papar Gustapol.
“Hal lainnya ada ancaman Pidana Bagi Perusahaan Pelaku Pencemaran Lingkungan, jika pencemaran mata air oleh perusahaan tersebut mengakibatkan warga meninggal dan menimbulkan kerugian materiil Maka berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH,” sambungnya.
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang atau pembiaran adanya limbah ke mata air maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:
Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 104 UU PPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan tersebut, yakni, pertama, jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.
“Kedua, jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp 9 miliar,” urainya.
Penulis: Agus Subagja
Editor: Rieqhe